Pages

Thursday, July 13, 2017

Belajar keberanian dari Eyang Sosrokartono

 
Sampun duwe roso wani, Sampun duwe roso wedi, Yen kepengkok ojo mlayu. Artinya, Jangan memiliki rasa berani, dan jangan pula memiliki rasa takut, jika dihadang masalah, jangan lari.


Inti dari nasehat Eyang Sosrokartono di atas adalah, beliau mengajarkan kita untuk bertindak rasional. Beliau mengajarkan agar kita tidak terombang ambingkan oleh keinginan ego untuk mendapat pujian dan menghindari celaan.

Dengan melepaskan diri pengaruh ego ini, maka akan muncul keberanian dalam diri kita untuk menghadapi segala permasalahan. Keberanian yang benar benar berani, bukan karena takut dianggap tidak berani. Keberanian yang menyelesaikan masalah, bukan keberanian yang justru memperkeruh keadaan dan merugikan diri sendiri.

Keberanian menjadi tolok ukur kemanusiaan seseorang. Kita lebih menghargai pemimpin yang berani daripada yang penakut.  Mereka disanjung karena keberaniannya.  Dan dilecehkan jika menunjukkan rasa takutnya.

Itulah sebabnya banyak yang “berani” bukan karena berani, tetapi justru karena “takut”. Takut dianggap sebagai orang yang “tidak pemberani”.  Rasa takut ini muncul dari keinginan ego kita untuk mendapatkan penghargaan dan menghindari penolakan.

Ketika unsur emosi akibat  tuntutan ego untuk dihargai muncul, maka unsur rasio seringkali dilupakan.  Pertimbangan rasio yang membuat kita bisa memutuskan sesuatu dengan benar menjadi lemah.  Akibatnya kita bisa melakukan tindakan yang sangat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Itulah sebabnya banyak pemimpin perang yang ditangkap lawan justru karena keberaniannya. Karena merasa tertantang ego nya, seringkali Panglima perang melupakan strategi dan mendatangi tempat di mana dia akan dijebak oleh musuhnya.

Peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro ketika berunding dengan Belanda membuktikan bahwa keberanian beliau disalah gunakan lawan  untuk menangkapnya.  Beliau ditangkap justru karena tidak membawa cukup pasukan ketika akan melakukan perundingan.

Dalam peristiwa sehari hari kita sering melihat bagaimana keberanian bisa merugikan ketika salah dalam penerapannya. Melawan atasan secara frontal seringkali dianggap sebagai “keberanian” dalam menjaga prinsip. Tetapi keberaninan ini biasanya justru membuatnya terkucil dan dikalahkan dalam politik kantor.

Itulah pentingnya kita menggunakan rasio atau pertimbangan dalam mengambil keputusan dan dalam bertindak. Mengandalkan emosi semata sangatlah merugikan. 

Eyang Sosro Kartono memberikan solusi dalam mengendalikan emosi ini. Beliau mengajarkan kita untuk “Sepi pamrih, tebih ajrih” ( Bebas dari rasa pamrih dan jauh dari ketakutan).

Beliau mengajarkan agar kita tidak mengharapkan pujian atau menghindari celaan.  Dengan melepaskan ego dari keinginan dipuji dan ketakutan untuk dicela, rasio anda menjadi bebas. Dan ketika rasio anda menjadi  bebas, maka dia akan bisa berfungsi dengan baik.

Selain itu sepi ing pamrih justru akan membuat anda lebih berani dalam bersikap. Keinginan untuk mendapatkan pujian dan celaan sering membuat seseorang takut bertindak. Itulah sebabnya sikap sepi ing pamrih membuat pikiran anda bebas dan dan lebih berani dalam mengambil keputusan dan bertindak.  Sepi ing pamrih (Tanpa pamrih) membuat anda tebih ajrih ( jauh dari rasa takut ).

Handoyoputro
Sumber : Black Walet

Tuesday, July 11, 2017

MENGATASI MENTAL BLOCK DENGAN EGO STATETHERAPY

Lima belas tahun yang lalu, saya sangat tidak percaya tentang adanya bagian dari diri kita yang bisa diajak bicara. Tetapi setelah belajar hypnotherapy dan banyak terlibat di dunia therapy, mulailah saya tahu bahwa banyak sekali bagian dalam diri kita yang bisa diajak berbicara. Bahkan mereka bisa mengalami konflik kepentingan di antara mereka sendiri.

Ketika anda malas bangun pagi dan berolah raga, itu karena ada bagian dari diri anda yang tidak menginginkan anda kelelahan dan bekerja keras, sehingga menghambat niat anda untuk bangun pagi. Banyak orang yang kikir karena ada bagian dari dirinya yang berusaha melindungi dirinya dari kemiskinan. Hampir semua mental block yang menghambat tujuan kita, ketika ditanya, pasti akan menjawab bahwa maksud dari hambatan yang mereka lakukan adalah untuk melindungi diri kita dari sesuatu yang merugikan.

Banyak cerita di dunia therapy yang bercerita tentang hambatan hambatan yang  berasal dari bagian diri kita sendiri (Parts).

Ada seorang clien yang datang ke therapist dan bercerita, mengapa selalu ada halangan bagi dirinya jika mendapatkan promosi jabatan. Mulai dari sakit, terhalang kedatangan karena sebab sebab yang tidak biasa, terlambat dan lain lain. Segera clien dibawa masuk ke dalam kondisi trance hypnosis yang dalam.

Tentu saja sebelum dibawa  masuk ke kondisi trance hypnosis, sudah diinduksi terlebih dahulu. Induksi itu meliputi informasi bahwa di dalam dirinya ada bagian bagian atau parts yang hidup, berkehendak dan memiliki keinginan. Biasanya mereka memiliki nama, seperti sang penjaga, sang baik hati, sang pembelajar dan lain lain. Dinformasikan pula dalam induksi, bahwa setiap bagian dari dirinya itu bisa diajak berkomunikasi.

Dalam kondisi trance ditanyalah kepada dirinya, siapa bagian dari dirinya yang menolak agar dia naik jabatan. Pada waktu itu jabatan clien adalah supervisor dengan gaji sekitar 5 juta, dan selalu gagal medapat promosi sebagai manager. Ternyata bagian dari dirinya yang menolak adalah “dia” yang pada waktu kecil menginginkan gaji 5 juta.

Bapaknya adalah pejabat BUMN pada tahun 60’an, di mana jumlah 5 juta pada waktu itu sangatlah besar.  Tentu saja jumlah itu sangat kecil di tahun 2000’an. Rupanya “si kecil” mendengar cerita dari beberapa saudara bahwa bapaknya sangat kaya, karena penghasilannya 5 juta rupiah per bulan.  Itulah sebabny si kecil menginginkan gaji 5 juta per bulan.

Hal ini mengakibatkan bawah sadarnya selalu melawan setiap dia akan naik jabatan, yang diartikan penghasilannya akan lebih besar dari 5 juta.

Permasalahan menjadi selesai, ketika “si kecil” diberi informasi tentang inflasi, di mana uang lima juta sekarang tidak sebesar dahulu nilainya.  Ketika bagian dari dirinya yang menghendaki penghasilan 5 juta diberi kesadaran, maka segera dia mendukung jika ada promosi jabatan buat dirinya. Artinya, mental block itu bisa diatasi.

Ada lagi cerita tentang seorang dosen yang sangat terganggu dengan plester luka (tansoplas) yang menempel di bagian tubuh seseorang. Yang menjadi masalah adalah, ketika ada mahasiswanya yang memakai plester luka, maka segera dia akan merasa mual dan pusing luar biasa. Tentu hal ini menjadi sangat mengganggu tugasnya dalam mengajar.

Dalam sesi terapi akhirnya diketahui bahwa pada waktu kecil, ibunya berusaha menempelkan plester pada lukanya. Karena melawan, proses penempelan itu menimbulkan rasa sakit yang sangat, sehingga diingat sampai level bawah sadarnya. Itulah sebanya dia akan merasa mual dan pusing jika melihat plester luka, karena bawah sadarnya tidak mau dia melihatnya.

Ketika dijelaskan pada “si kecil” bahwa ibunya bermaksud baik kepadanya dan melindunginya dari bahaya luka yang tidak terawat, dan “si kecil memahaminya, maka selesailah mental block nya. Sang Dosen tidak lagi mual ketika mengajar dan ada mahasiswanya yang memakaim plester luka.

CARA MENGATASI MENTAL BLOCK DENGAN EGO STATE THERAPY

Untuk mengatasi mental block, anda bisa berkomunikasi dengan bagian diri anda yang bertanggung jawab. Salah satu teknik yang bisa anda gunakan adalah ego state therapy.

Ketika anda selesai melakukan afirmasi, rasakan adanya bagian dari diri yang menolak. Penolakan itu bisa anda ketahui dari rasa tidak enak yang ada di dalam diri anda. Kemudian dengan intusisi anda, ajaklah dia berdialog dan bekerja sama.

Dialog sebaiknya dilakukan dalam kondisi sangat rileks, duduk dengan santai, nafas tenang dan kendorkan semua otot anda. Kondisikan pikiran seperti anda sedang melakukan meditasi.

Jangan sekali sekali meremehkan bagian dari diri anda, atau berusaha melenyapkannya. Jika itu anda lakukan maka dia tidak akan bersedia lagi berkomunikasi, dan tentu saja menjadi susah untuk mengatasinya. Bagian dari diri anda ini seperti makhluk hidup, yang tidak ingin dilenyapkan.
Walaupun tidak mau dilenyapkan, anda bisa membujuknya agar melakukan tugas lain yang setara agar tidak mengganggu. Dibutuhkan kreativitas atau seni untuk melakukannya.

Sebagai contoh, jika anda malas berolah raga, dan si malas bilang bahwa dia menjaga anda dari kelelahan. Anda bisa menjelaskan pada bagian itu bahwa dengan berolah raga justru akan menjadikan anda tidak mudah lelah nantinya. Dan anda mengganti tugasnya dengan tugas lain, seperti mencegah anda untuk “begadang” atau kegiatan kegiatan negatif lainnya.

Adakalanya si “begadang” juga akan menolak jika kegiatannya dihambat, maka anda juga harus berkompromi sampai bagian bagian dari diri anda menerima tujuan atau goal anda.
Ketika sudah tidak ada bagian dari tubuh anda yang menolaknya, maka afirmasi sudah siap untuk diucapkan sehari hari. 

Semoga bermanfaat.

Handoyoputro
sumber : Black Walet





Monday, July 10, 2017

Metafora Kodok yang Nakal


Ketika kita kecil, sering mendapatkan perlindungan dari orang orang di sekitar kita. Maka ketika kita terjatuh, mereka akan bilang ,”kodoknya nakal”. 

Itulah sebabnya ketika kita dewasa, dan menghadapi masalah, maka yang kita cari adalah siapa yang salah. Dan yang salah pasti bukan diri kita. Kesalahan selalu ada di luar sana. Berupa “kodok kodok” yang bisa berwujud apa saja. Entah oran lain, institusi, kantor, situasi, dan kondisi.

Padahal, ketika kita menyalahkan pihak lain, berarti kita meletakkan diri kita sebagai “korban”. Dan sebagai korban kita adalah obyek penderita. Apa itu obyek ? obyek adalah pihak yang tidak punya pilihan lain selain “menerima” perlakuan dari subyek. Dalam hal ini, subyeknya adalah pihak pihak yang kita persalahkan dalam masalah kita.

Jika anda memiliki pikiran yang rasional, tentu anda lebih suka menjadi subyek daripada obyek. Karena subyeklah, yang menentukan apa yang akan dilakukannya. Sedangkan subyek harus pasrah dengan apa yang dilakukan subyek kepada dirinya. Jadi subyek lebih berdaya dibanding obyek.

Sayangnya pikiran kita seringkali tidak rasional. Terkadang kita ingin mendapatkan perhatian, ingin diperhatikan dan dikasihani. Sikap mental ini memang wajar ketika kita masih kanak kanak. Tetapi Menjadi sagat tidak berguna ketika dewasa, karena akan menghambat kemampuan kita dalam menghadapi berbagai masalah.

Sayangnya, ketika dewasa, sifat kekanak kanakan ini kadang muncul begitu saja. Bahkan seringkali mendominasi pikiran dan tingkah laku kita. Sehingga seperti kanak kanak, selalu menyalahkan pihak lain jika ada kesalahan. Akibatnya kita menjadi sering tidak beradaya, ketika menghadapi masalah.

Jadi, ketika menghadapi masalah lebih baik kita mengambil alih semua tanggung jawab di tangan kita. Bukan menyalahkan pihak lain sebagai penyebab  masalah. Walaupun pihak lain itu memiliki pengaruh terhadap munculnya masalah , mengambil alih tanggung jawab, akan membuat kita selalu berusaha menyelesaikan masalah itu. Kita akan cenderung mencari solusi, daripada mencari kambing hitam. Mengambil alih tanggung jawab terhadap semua permasalahan, akan membuat kita menjadi lebih berdaya.

Sebagai contoh dari permasalah ini, perkenankan saya bercerita tentang seorang tokoh yang sangat saya hormati. Beliau adalah salah seorang yang berhasil mengatasi banyak permasalahan untuk mewujudkan cita cita besarnya, dengan halangan yang luar biasa besar, dan tidak semua orang mampu menghadapinya.

Dia dilahirkan dari keluarga sederhana. Bapaknya seorang tukang becak dan ibunya seorang pedagang sayur keliling untuk kebutuhan rumah tangga. Tetapi dia memiliki keinginan kuat untuk sukses di bidang tertentu.  Mengingat ekonomi keluarga yang pas pasan, dan IQ yang kata dia terbatas, tentu dia harus mengatur strategi khusus untuk mewujudkan impiannya itu.

Agar bisa diterima di Universitas Negeri, dia memilih jurusan yang “tidak banyak diminati” oleh calon mahasiswa lainnya. Dan syukur, kemudian dia diterima di salah satu Universitas tertua di Indonesia.

Setelah diterima di universitas yang dipilihnya, tentu masih banyak masalah yang harus dia hadapi. Salah satunya adalah masalah biaya. Walaupun uang kuliah relatif murah pada waktu itu, 60 ribu per semeter, biaya biaya yang lain tentu sangatlah besar. Dia harus membayar untuk tempat tinggal, makan, dan buku kuliah.

Tetapi dengan kecerdikannya, dia bisa mengatasi semua permasalahan di atas. Untuk mengatasi masalah tempat tinggal, dia melamar sebagai takmir masjid. Sebagai takmir masjid, dia memiliki fasilitas ruangan sebagai kamar tidurnya. Selain itu dia juga memiliki tempat yang luas untuk menerima tamu tamunya.

Untuk mengatasi permasalahan buku, dia mendekati pengurus pengurus perpustakaan se-Yogyakarta. Dengan pendekatannya ini, tentu semakin mudah dia mendapatkan informasi dan meminjam buku buku kuliahnya. Sedangkan untuk mengatasi masalah makan, dia mengikuti banyak unit kegiatan di Universitas, dan selalu menempatkan diri sebagai seksi konsumsi. Dengan strategi ini katanya, ongkos makannya menjadi sangat terbantu.

Beliau tidak menyalahkan siapa siapa atas halangan yang bagi orang lain tentu terasa sangat berat. Beliau mengambil alih semua tanggung jawab dan menciptakan strategi strategi untuk mengatasinya. Kini beliau menjadi salah satu Doktor di bidang filsafat dan mangajar di salah satu Universitas Negeri di Indonesia. Buku bukunya banyak dicetak dan menjadi referensi bagi orang yang ingin mempelajari filsafat jawa.

Salut dengan perjuangan beliau untuk mewujudkan cita citanya.

Begawan Tung
Begawantung.blogspot.com                






Bahaya menggunakan afirmasi yang tidak tepat

Motivasi adalah hal yang sangat penting sehingga banyak yang merasa perlu untuk mendengarkan. Apa kalimat motivasi yang sangat populair anda kenal ? betul, anda pasti bisa.. J

Setelah mendengarkan kalimat kalimat motivasi biasanya semangat kita menjadi menyala dan segera take action. Ada beberapa orang yang segera mengundurkan diri dari pekerjaan yang “membelenggunya”. Memproklamasikan dirinya menjadi orang yang bebas,  dan bisa menciptakan lapangan kerja.

Tetapi ketika investasi sudah dikeluarkan dan tidak mungkin datarik kembali, banyak yang merasakan betapa kerasnya dunia bisnis. Halangan demi halangan menerpa, penolakan demi penolakan menghadang, dan tibalah pada konsisi mental semula, tanpa semangat.

Dan ketika berada di titik ini, biasanya mereka segera teringat dengan motivatornya. Sesuai dengan anjuran sang  motivator, dibuatlah afirmasi yang Smart ( Spesific, Measurable, Achievable, Realistic dan Timely) untuk mencapai goal yang diinginkan. Afirmasi ini diucapkan setiap hari, agar masuk ke dalam bawah sadarnya, untuk memicu mekanisme servo yang ada di dalam dirinya dan mewujudkannya.

Apa yang terjadi ketika sampai “waktu” yang diafirmasikan goal belum tercapai juga?  Ketika hal ini terjadi berulangkali, maka ada efek yang dikenal sebagai Anchor atau jangkar. Ketika setiap afirmasi yang anda sampaikan pada diri anda selalu mengalami kegagalan, maka terasosiasilah afirmasi itu dengan kegagalan. Afirmasi berarti gagal.

Akibatnya, ketika di waktu lain anda menggunakan afirmasi, maka bawah sadar anda mengasosiasikannya dengan kegagalan. Artinya, ketika anda menggunakan afirmasi pasti akan gagal.
Efek anchor inilah yang sering tidak disadari, terutama “penasehat” yang tidak berbasis therapy. Anchor bisa kita gunakan untuk mengakses kebaikan yang ada di dalam diri manusia, tetapi juga bisa mengakses kegagalan, melalui asosiasi.

Perkenankan saya menceritakan salah satu mall praktek yang dilakukan oleh “therapist” untuk menghentikan cliennya dari kebiasaan merokok. Ada diantara mereka yang karena ketidaktahuannya mengasosiasikan rokok dengan “kondisi paru paru yang parah”. Mereka diminta untuk mengimjinasikan paru parunya yang rusak karena merokok.

Memang betul, segera si perokok akan menjadi takut untuk merokok lagi. Tetapi dalam banyak kasus, karena banyaknya faktor yahg mempengaruhi, clien menjadi perokok kembali. Akibatnya, karena asosiasi rokok dan kerusakan paru paru parah, si perokok menjadi sangat rentan terserang penyakit paru paru seperti yang diimajinasikannya.

Untuk mengatasi terjadinya anchor gagal pada setiap afirmasi yang anda gunakan, mari kita belajar pada Emily Cue. Beliau menggunakan afirmasi yang sifatnya gradual. Salah satu afirmasinya yang terkenal adalah,”Dalam segala hal, setuiap hari saya menjadi semakin baik dan semakin baik”.
Dengan afirmasi ini, ketika anda belum mengalami perkembangan menuju goal anda, tidak dicatat sebagai kegagalan oleh bawah sadar anda. Jika anda menentukan “target” dan target itu tidak tercapai, maka terasosiasilah afirmasi itu dengan kegagalan.

Salah satu cara lain untuk mengatasi hal ini melakukan afirmasi dengan tujuan yang kecil dulu, agar mudah tercapai. Setelah “otot”afirmasi anda semakin kuat, secara bertahap anda bisa menaikkan goal anda untuk tujuan tujuan yang lebih besar.

Kembali ke kasus mall praktek dalam penggunaan afirmasi, maka kita wajib mengetahui apakah goal yang ingin dicapai itu ditolak oleh bawah sadarnya atau tidak.  Jika goal atau tujuan yang mau dicapainya ditolak oleh salah satu bagian yang ada di dalam dirinya, maka apapun usaha yang anda lakukan kemungkinan besar akan gagal.

Bagian dari diri anda yang menolak itu, dalam bahasa hypnosis dikenal sebagai mental block.  Untuk mengatasi mental blockn, saya sarankan anda menghubungi hypnotherapist berpengalaman dan telah mengikuti pendidikan yang cukup untuk mendapatkan sertifikasi.

Tetapi sebelumnya anda bisa menolong diri anda sendiri dengan ego state therapy, yang bisa anda lakukan terhadap diri ada sendiri tanpa bantuan therapist. Tunggu info saya selanjutnya, setelah tulisan ini.

Handoyoputro
Sumber : Black Walet