Pages

Monday, August 13, 2018

ONTA VS BISON


ONTA VS BISON



Akhir akhir ini banyak yang agak “alergi” dengan budaya arab. Bahkan saking ekstrinmnya, ada yang menyebut nyebut mereka yang kearab araban sebagai “Onta”. Bukan dalam konotasi yang bagus, tetapi sebagai ejekan.

Tetapi tanpa mereka sadari, kelompok “anti onta” ini ternyata tidak konsisten. Mereka lebih menghargai Burger king daripada tempe bacem. Dan merasa bangga kalau sudah menggunakan bahasa inggris dibanding bahasa daerah mereka. Bagaimana kalau kita juluki mereka sebagai “bison”? 

Ketika para “Bison”  tidak suka dengan panggilan Akhi & ukhti, mereka justru bangga ketika memanggil temannya bro atau sist. Ketika mereka mentertawakan panggilan Abi & Umi, mereka justru akrab dengan Papa & Mama.

Dalam khasanah budaya Jawa ada pameo, Arab digarap, Barat diruwat Jowo Digowo. Artinya Budaya arab yang sesuai diadopsi, Budaya barat dipilah pilah mana yang baik dipakai, dan budaya lokal tetap dipertahankan.

Saya sangat berharap bangsaku bisa “menerima” budayanya sendiri, setara dengan budaya budaya lain yang ada di dunia. Kita jadikan budaya sendiri sebagai budaya utama kita.

Pada suatu hari, saya ngopi di warung di depan salah satu rumah yang disewa oleh Atase Militer Asing di kawasan Jakarta Selatan. Kebetulan rumah itu tidak dihuni, hanya ditinggal oleh sepasang “pengurus rumah” dengan seorang anak kecilnya.

Mereka punya seekor monyet yang diberi ama Dewi. Dewi.. dewi…  begitu mereka memanggilnya ketika mau diberi makan. Dan ketika mereka memanggilll anaknya, yang terdengar adalah Rachel……

Menyaksikan peristiwa unik ini, saya terhenyak. Nama Dewi justru diberikan pada seekor Monyet, sedangkan anaknya diberi nama dengan nama asing.

Sedemikian burukkah kita memandang “nama nama lokal”? sehingga nama nama itu sudah mulai hilang dari peredaran. Sudah jarang ada seorang anak yang dinamakan Jumadi, Togar, Atau ujang.

Qua Vadis Budaya Indonesia?

Handoyoputro
handoyoputro.blogspot.com

0 comments: