KRITIK, MEMBANGUN VS MERUSAK
Semenjak kecil kita selalu ditanamkan pengertian
bahwa kritik itu membangun. Apakah benar begitu?
Coba anda perhatikan salah seorang teman anda yang
gemar mengktitik orang lain. Kira kira dia adalah sosok yang disukai atau
malah tidak disukai?
Mari kita melihat skenarionya.
1. Kritik kepada orang yang
setara.
Dalam diri manusia ada ego yang selalu
ingin diakui, dibenarkan dan dipuji. Jika salah satu saja dari ketiga hal itu anda ambil, maka
egonya bisa terluka. Itulah sebabnya, orang yang dikritik biasanya akan
membela diri.
Caranya adalah dengan mencari sebanyak
mungkin "pembebanaran". Apa yang terjadi jika dia "mendapatkan"
banyak hal yang bisa membenarkan tindakan atau sifat yang anda ktitik?
Benar sekali.. justru dia akan
semakin erat memegangnya.
Jadi, jika tujuan kritik anda terhadap
seseorang adalah agar dia melakukan perubahan, maka kritik justru akan membuatnya
semakin yakin bahwa apa yang dilakukannya itu wajar wajar saja, dan tidak mau
berubah.
Yang ada justru ketegangan yang bisa
mengganggu hubungan baik anda.
2. Mengkritik atasan.
Seperti kasus kritik pada yang
sederajat, dalam hal ini, orang yang anda kritik bisa saja terluka egonya. Hanya saja,
biasanya beliau "tidak membela diri". Tetapi justru memarahi anda.
Kalaupun diam, biasanya akan muncul rasa tidak suka pada anda.
3. Kritik kepada anak didik/ anak
buah.
Kritik anda pada anak didik memang
relatif tidak membuat ego mereka terluka, karena otorita anda. Tetapi kritik
bisa membuat anak didik anda menerimanya sebagai "identitasnya".
Contohnya adalah ketika ada anak yang
"dikritik" oleh gurunya sebagai orang yang "tidak
teliti". Kemudian dia bercerita kepada ayahnya, bahwa dia pintar
matematika, tapi tidak teliti.
Ayahnya bertanya, bagaimana dia tahu
bahwa bahwa dirinya tidak teliti. Dia menjawab, bahwa gurunya yang mengatakan
padanya.
Rupanya Bapak gurunya bermaksud
"mengktitik" anak didiknya agar tahu kelemahannya dan memperbaiki
diri.
Tanpa disadarinya, kritik yang
diberikan justru diterima sebagai "identitas" diri si anak.
Kemudian si anak memberikan identitas pada dirinya bahwa "Saya orang
yang tidak teliti".
Apa akibatnya? Identitas itu mengendap
dalam bawah sadar menjadi "citra diri" yang akan dibawanya selama
hidupnya selama citra diri sebagai orang yang tidak teliti itu masih melekat.
Dan selama citra diri sebagai orang
yang tidak teliti masih digenggam oleh bawah sadar, maka sistem yang ada di
dalam dirinya akan membuatnya tidak teliti.
Akibatnya, sebesar apapun usahanya,
"sistem servo" yang ada di bawah sadarnya akan menghalanginya untuk
bisa teliti.
Apa itu sistem servo, akan kita bahas
dalam tulisan selanjutnya 😊
Saya tidak bermaksud untuk mengajak anda untuk "anti kritik". Kritik adalah sesuatu yang sangat membangun. Jika kita mampu melihat kritik dari sudut yang
positif, maka kritik bisa kita jadikan alat "perbaikan diri" menuju
yang lebih baik.
Tetapi, jika kita mau menggunakan
kritik yang membangun, alangkah baiknya jika kita perhatikan dampak
negatifnya.
Mungkin anda bertanya, bagaimana
seseorang bisa memperbaiki kekurangannya, jika dia sendiri tidak tahu apa
kekurangannya itu?
Bukankah kritik bisa
"memberitahu" diri seseorang tentang kekurangannya, dan bisa
membantunya menjadi lebih baik?
Betul, kritik itu memang nembangun dan
sangat berguna bagi seseorang. Asal tidak "melukai" egonya atau
"menanamkan" citra diri yang buruk pada orang yang kita kritik.
Caranya?
Kita bahas pada tulisan selanjutnya
Salam sukses
Handoyoputro
|
Thursday, July 19, 2018
KRITIK, MEMBANGUN VS MERUSAK
Labels:
komunikasi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment