Pages

Thursday, July 19, 2018

KRITIK, MEMBANGUN VS MERUSAK


KRITIK, MEMBANGUN VS MERUSAK


Semenjak kecil kita selalu ditanamkan pengertian bahwa kritik itu membangun. Apakah benar begitu?

Coba anda perhatikan salah seorang teman anda yang gemar mengktitik orang lain. Kira kira dia adalah sosok yang disukai atau malah tidak disukai?

Mari kita melihat skenarionya.

1. Kritik kepada orang yang setara. 

Dalam diri manusia ada ego yang selalu ingin diakui, dibenarkan dan dipuji. Jika salah satu saja dari ketiga hal itu anda ambil, maka egonya bisa terluka. Itulah sebabnya, orang yang dikritik biasanya akan membela diri.

Caranya adalah dengan mencari sebanyak mungkin "pembebanaran". Apa yang terjadi jika dia "mendapatkan" banyak hal yang bisa membenarkan tindakan atau sifat yang anda ktitik?

Benar sekali..  justru dia akan semakin erat memegangnya.

Jadi, jika tujuan kritik anda terhadap seseorang adalah agar dia melakukan perubahan, maka kritik justru akan membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dilakukannya itu wajar wajar saja, dan tidak mau berubah.

Yang ada justru ketegangan yang bisa mengganggu hubungan baik anda.

2. Mengkritik atasan.

Seperti kasus kritik pada yang sederajat, dalam hal ini, orang yang anda kritik bisa saja terluka egonya. Hanya saja, biasanya beliau "tidak membela diri". Tetapi justru memarahi anda. Kalaupun diam, biasanya akan muncul rasa tidak suka pada anda.

3. Kritik kepada anak didik/ anak buah.

Kritik anda pada anak didik memang relatif tidak membuat ego mereka terluka, karena otorita anda. Tetapi kritik bisa membuat anak didik anda menerimanya sebagai "identitasnya".

Contohnya adalah ketika ada anak yang "dikritik" oleh gurunya sebagai orang yang "tidak teliti". Kemudian dia bercerita kepada ayahnya, bahwa dia pintar matematika, tapi tidak teliti.

Ayahnya bertanya, bagaimana dia tahu bahwa bahwa dirinya tidak teliti. Dia menjawab, bahwa gurunya yang mengatakan padanya.

Rupanya Bapak gurunya bermaksud "mengktitik" anak didiknya agar tahu kelemahannya dan memperbaiki diri.

Tanpa disadarinya, kritik yang diberikan justru diterima sebagai "identitas" diri si anak. Kemudian si anak memberikan identitas pada dirinya bahwa "Saya orang yang tidak teliti".

Apa akibatnya? Identitas itu mengendap dalam bawah sadar menjadi "citra diri" yang akan dibawanya selama hidupnya selama citra diri sebagai orang yang tidak teliti itu masih melekat.

Dan selama citra diri sebagai orang yang tidak teliti masih digenggam oleh bawah sadar, maka sistem yang ada di dalam dirinya akan membuatnya tidak teliti. 

Akibatnya, sebesar apapun usahanya, "sistem servo" yang ada di bawah sadarnya akan menghalanginya untuk bisa teliti. 

Apa itu sistem servo, akan kita bahas dalam tulisan selanjutnya 😊

Saya tidak bermaksud untuk mengajak anda untuk "anti kritik". Kritik adalah sesuatu yang sangat membangun. Jika kita mampu melihat kritik dari sudut yang positif, maka kritik bisa kita jadikan alat "perbaikan diri" menuju yang lebih baik.

Tetapi, jika kita mau menggunakan kritik yang membangun, alangkah baiknya jika kita perhatikan dampak negatifnya.

Mungkin anda bertanya, bagaimana seseorang bisa memperbaiki kekurangannya, jika dia sendiri tidak tahu apa kekurangannya itu? 

Bukankah kritik bisa "memberitahu" diri seseorang tentang kekurangannya, dan bisa membantunya menjadi lebih baik?

Betul, kritik itu memang nembangun dan sangat berguna bagi seseorang. Asal tidak "melukai" egonya atau "menanamkan" citra diri yang buruk pada orang yang kita kritik.

Caranya? 
Kita bahas pada tulisan selanjutnya

Salam sukses 
Handoyoputro



0 comments: